Jakarta, kpu.go.id- Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik meminta jajaran KPU
Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas secara optimal. Tugas KPU
Kabupaten/Kota tidak terbatas pada mengkoordinasikan dan mengendalikan
tahapan penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh panitia pemilihan
kecamatan (PPK).
“Kerja petugas panitia pemungutan suara (PPS)
dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) harus tetap diawasi
dan dikendalikan. Lakukan supervisi kepada PPK,” ujar Ketua KPU Husni
Kamil Manik, Kamis (20/6).
Menurut
Husni, penyelenggara pemilu yang permanen itu hanya sampai di tingkat
kabupaten/kota. Sementara penyelenggara pemilu di level kecamatan,
desa/kelurahan dan tempat pemungutan suara (TPS) bersifat ad hoc
(sementara). “Cara kerja mereka tentu tidak akan sama dengan
penyelenggara yang profesional. Arahan dan bimbingan dari KPU
Kabupaten/Kota diperlukan agar cara kerja mereka menjadi profesional,”
ujar Husni.
Husni mengatakan hasil
analisis pemilu 2004, potensi kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu
berada di tingkat kelurahan. Karena itu, pada pemilu 2009 rekapitulasi
suara langsung dilakukan di tingkat kecamatan. Sementara pada pemilu
2014 sesuai UU Nomor 8 Tahun 2012, rekapitulasi suara kembali dilakukan
mulai dari tingkat desa/kelurahan. “Ini menjadi tugas kita untuk
memastikan tidak ada lagi kecurangan di tingkat desa/kelurahan,”
ujarnya.
Husni juga meminta KPU
Kabupaten/Kota untuk menata cara kerja KPPS. Sebab ketelitian,
kehati-hatian dan kecermatan petugas dalam melakukan penghitungan dan
pencatatan hasil perolehan suara menjadi penting untuk menentukan
kualitas penyelenggaraaan pemilu.
Menurut
Husni, dengan jumlah partai politik peserta pemilu yang lebih sedikit,
hanya 12 parpol dan jumlah calon 100 persen dari jumlah kursi,
meringankan kerja KPPS dalam melakukan penghitungan dan pencatatan
hasil pemilu di tingkat TPS. “Harusnya hasil penghitungannya lebih
akurat. Tinggal bagaimana tujuh KPPS itu melakukan pembagian kerja
secara efektif. Ini yang harus ditata oleh KPU Kabupaten/Kota,”
ujarnya.
Pengaturan cara kerja KPPS ini,
kata Husni juga penting karena ada kewajiban KPPS untuk memberikan satu
eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta
sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi peserta pemilu,
pengawas pemilu lapangan, PPS dan PPK.
“Kalau
semua saksi peserta pemilu hadir berarti KPPS harus menyediakan 12
rangkap. Tiga rangkap lagi disediakan untuk panwaslap, PPS dan PPK.
Artinya ada 15 rangkap yang harus disediakan KPPS. Ini sangat mungkin
dilakukan. Jadi semua pihak memiliki dokumen sah yang dapat dijadikan
pembanding terhadap hasil perolehan suara yang ditetapkan KPU,”
ujarnya.
KPU, kata Husni juga akan
menyiapkan alat kontrol untuk membanding hasil penghitungan suara di
TPS dan rekap yang dilakukan di PPS dan PPK. Saat ini, kata Husni, KPU
sedang menyusun peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan
suara.
“Nanti akan kita usahakan
bagaimana caranya sertifikat hasil penghitungan suara (C1) itu dapat
langsung ditarik dari TPS ke KPU Kabupaten/Kota. Misalnya, TPS dalam
radius 1 kilometer dari KPU harus mengantar C1 ke KPU dalam waktu satu
jam. Jadi dalam waktu 24 jam itu semua C1 sudah terkumpul di KPU
Kabupaten/Kota,” ujarnya. (gd)